A.
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi
empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara
terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1) Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak,
jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata,
bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga
membasahi dan melicinkan permukaan bola mata.
2) Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan
berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen
optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan
bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat
saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah
3) Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan
menjadi:
- Otot-otot
penggerak bola mata
- Dinding
bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai
dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
- Isi
bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya
masing-masing
4) Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
- Kelenjar
air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata
- Saluran
air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga
hidung
B. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan
dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai
berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Macam-macam bentuk trauma:
- Trauma
Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup
botol tidak dengan alat, ketapel.
- Trauma
Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
- Trauma
Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam,
terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru
senapan angin, dan peluru karet.
- Trauma
Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem (perekat).
- cuka,
bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
- Trauma
termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
- Trauma
bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
C. ETIOLOGI
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat
dan ringannya trauma.
- Trauma
tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda
asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak
beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta
bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti
pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika
tercemar oleh kuman.
- Trauma
tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara
sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala
(retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan
kebutaan menetap.
- Trauma
Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma
khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan
penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal
karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
- Trauma
Mekanik
- Gangguan
molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis
sel.
- Reaksi
Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga
aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
- Reaksi
Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera
dan sebagainya.
- D.
TANDA DAN GEJALA
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rndah
3. Bilikmata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil berubah
5. Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6. Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata
iris,lensa,badan kaca atau retina
7. Kunjungtiva kemotis
E. PHATOFISIOLOGI
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang
terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator
apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum
lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air
mata.
3) Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan
perdarahan sub konjungtiva
4) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan
tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang
lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
5) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan
karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini
dapat menurunkan visus
6) Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena
daya akomodasi tisak adekuat.
7) Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis),
sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna
gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
8) Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot
sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis
9) Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada
rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam
badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
A. KOMPLIKASI
a) Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya
penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
b) Imhibisi kornea, yaitu
masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea
menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
B. MANIFESTASI KLINIS
Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila
terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.
Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi
prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi
segera.
Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok
pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat
menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan
dan tetes mata kortisol
Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari
pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan
endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi
trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat
hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra
okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian
di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai
berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak
bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa,
tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan
kacamata untuk mengurangi silau.
Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi
gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia
pengobatan di lakukan secara konservatif.
Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat
eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior,
yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif
segera.
Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di
lakukan operasi.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk
menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada
bilik mata depan, lensa, retina.
Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari
organ tersebut.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
g. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
D. PENATALAKSANAAN
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola
mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan
segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya
dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik
sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembdahan. Pasien
juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus
dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing
didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter
mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan
magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi.
Penyulit yang dapat timbul karena terdapatnya benda asing intraokular adalah
indoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis
bulbi.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
- 1.
PENGKAJIAN
Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan
daya/ kemampuan penglihatan.
Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan
intraokuler.
Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam
melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu
penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri
kepala.
Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada
sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma,
arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh
darah akibat trauma.
2. DIAGNOSA, INTERVENSI,
RASIONALISASI
No.
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan
imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
|
Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
- Melaporkan penurunan nyeri
progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
- Klien tidak gelisah.
|
- Lakukan tindakan penghilangan
nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti berikut
- Posisi : Tinggikan bagian
kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada punggung dan
pada sisi yang tidak sakit.
- Distraksi
- Latihan relaksasi
- Bantu klien dalam
mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
- Berikan dukungan tindakan
penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
- Beritahu dokter jika nyeri
tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri bertambah.
|
- Tindakan penghilangan nyeri
yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien untuk memperoleh
rasa kontrol terhadap nyeri.
- Klien kebanyakan mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan tindakan penghilangan
nyeri yang efektif.
- Untuk beberapa klien terapi
farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan nyeri yang efektif.
- Tanda ini menunjukkan
peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.
|
2.
|
Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
|
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
- Menunjukkan penyembuhan tanpa
gejala infeksi.
- Nilai Labotratorium :
SDP normal, kultur negatif.
|
- Tingkatkan penyembuhan luka :
- Berikan dorongan untuk
mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
- Instruksikan klien untuk
tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
- Gunakan tehnik aseptik untuk
meneteskan tetes mata :
Cuci tangan sebelum memulai.
- Pegang alat penetes agak jauh
dari mata.
- Ketika meneteskan, hindari
kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
- Ajarkan tehnik ini kepada
klien dan anggota keluarganya.
- Beritahu dokter tentang semua
drainase yang terlihat mencurigakan.
- Kolaborasi dengan dokter
dengan pemberian antibiotika dan steroid..
|
- Nutrisi dan hidrasi yang
optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan
penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
- Tehnik aseptik meminimalkan
masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
- Drainase abnormal memerlukan
evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
- Mengurangi reaksi radang,
dengan steroid dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan
antibiotika.
|
3.
|
Gangguan Sensori Perseptual :
Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
Lingkungan secara terapetik dibatasi.
|
Hasil yang diharapkan / kriteria
evaluasi – pasien akan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
|
- Tentukan ketajaman
penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
- Orientasikan pasien terhadap
lingkungan, staf, orang lain di areanya.
- Observasi tanda – tanda dan
gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari anestasia.
- Pendekatan dari sisi yang tak
dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal
dengan pasien.
- Perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
|
|
4.
|
Kurangnya pengetahuan (perawatan)
berhubungan dengan keterbatasab informasi.
|
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai
tentang perawatan.
|
- Jelaskan kembali tentang
keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di
lakukan.
- Jelaskan pada pasien agar
tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
- Anjurkan pada pasien gara
tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau
merokok.
- Anjurkan pada pasien untuk
tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
- Observasi kemampuan pasien
dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans,
USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
FKUI Jakarta
http:///www.rusdi .blogspot.com